Oleh: Prof Dr. KH. Miftah Faridl

Ketika saya diminta memberikan pengantar atas buku Do’a-do’a untuk Meraih Kesuksesan Dunia Akhirat karya Ir. Hasan, MT., pikiran saya tertuju pada perintah Allah untuk senantiasa meminta (berdo’a) kepada-Nya. Pada saat yang sama, kita juga diperintahkan untuk melakukan ikhtiar maksimal sesuai kemampuan. Do’a dan ikhtiar merupakan dua ajaran yang memiliki posisi setara dan saling melengkapi. Do’a dan ikhtiar menjadi kelengkapan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya, sekaligus mensyukuri atas berbagai anugrah yang diberikan-Nya kepada kita.

Al-Qur’an memberikan petunjuk kepada kita, bahwa apa pun kesulitan, penderitaan, dan kepahitan hidup yang menimpa kita, baik berupa teguran atas dosa dan kesalahan, maupun berupa ujian yang sengaja Allah berikan, pada hakikatnya merupakan pemberian karena kasih sayang-Nya kepada manusia. Allah memerintahkan untuk dapat menyikapinya sesuai dengan petunjuk-petunjuk-Nya. al-Quran juga mengajarkan, bahwa kita tidak boleh berputus asa dari rahmat dan pertolongan-Nya. Sebab putus asa merupakan bentuk pengingkaran atas adanya do’a dan ikhtiar.

Do’a dan ikhtiar pada dasarnya merupakan fasilitas ibadah untuk berusaha menggapai janji-janji-Nya. Dalam al-Quran Allah berjanji akan diberikan apapun yang diminta hamba-hamba-Nya. Janji yang pertama akan memberikan berkah, yakni anugerah yang benar-benar memberikan kebahagiaan dan kemantapan hidup. Rezeki yang berkah adalah rezeki yang memberikan kebahagiaan. Alam yang berkah adalah alam yang memberikan kesejahteraan. Ilmu yang berkah adalah ilmu yang memberikan kebahagiaan. Sebaliknya, rezeki yang tidak berkah adalah rezeki yang tidak melahirkan kenikmatan, tapi justru melahirkan laknat dan kemaksiatan. Alam yang tidak berkah adalah alam yang subur, tetapi melahirkan kemiskinan, penderitaan, dan pertengkaran.

Kedua, kebahagiaan dan kemantapan hidup yang dijanjikan Allah bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa. Dalam do’a yang setiap hari kita ucapkan, dua kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat merupakan kenyataan yang tidak pernah hilang dari ingatan setiap Muslim. Ketiga, furqan, yakni jalan yang bisa memisahkan antara yang baik dan buruk, antara yang menyesatkan dan yang membahagiakan. Furqan inilah yang kemudian menjadi pembimbing jalan menuju kebahagiaan dan kemantapan hidup sesuai dengan janji-Nya.

Keempat, kemudahan untuk keluar dari berbagai kesulitan. Bagi orang yang bertaqwa, akan selalu dibukakan pintu kemeudahan untuk menemukan solusi atas berbagai kesulitan dan kesmepitan. Jalan keluar yang sering seolah tertutup ini akan menjadi cahaya penenang bagi setiap orang yang sedang berada dalam kegelapan. Hanya dengan do’a pintu ini akan terbuka lebar, sebab do’a adalah senjata tajam bagi orang-orang yang beriman.

Kelima, rezeki yang setiap saat manusia butuhkan. Berkali-kali kata ”rizqi” disebutkan dalam al-Qur’an, dan selalu digandengkan dengan orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Dan do’a merupakan salah satu ekspresi keimanan  seseorang. Jika saat ini kita sedang dihadapkan pada berbagai kesulitan, terpuruk dalam suasana kemiskinan, maka do’a akan membukakan pintu rizqi itu, selama do’a itu dijadikan kekuatan untuk memperkokoh keimnanan sekaligus pendorong ikhtiar secara sungguh-sungguh.

Keenam, anugrah Allah untuk senantiasa menyertai dan membimbing orang-orang yang beriman dan bertakwa di mana pun mereka berada, sendiri ataupun di tengah lautan manusia. Allah  juga senantiasa mencintai orang-orang yang bertakwa, yang selalu dekat dan meminta hanya kepada-Nya. Kalau kita menjadi hamba yang dicintai-Nya, menjadi kekasih-Nya, tidak ada kesulitan yang akan kita hadapi. Tidak ada permintaan yang tidak dikabulkan.

Terakhir yang dapat dicatat di sini adalah anugrah ampunan dan kebaikan yang menjadi otoritas kekuasaan-Nya. Ampunan merupakan kebaikan Allah untuk menghapuskan segala kelalaian yang senantiasa akrab dengan kehidupan. Tidak ada seorang pun yang tidak merasa perlu ampunan, sebab tidak ada seorang manusia pun yang terbebas dari kealfaan dan kelalaian.

Orang-orang yang akan menerima janji Allah itu adalah mereka yang beriman, bertaqwa, selalu meminta kepada-Nya, dan mereka yang senantiasa menghambakan hanya kepada-Nya. Al-Qur’an (al-Baqarah: 177) dengan tegas menerangkan kriteria orang yang akan mendapatkan janji Allah itu. “Pertolongan Allah akan turun kepada mereka yang memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir, dan orang yang meminta-minta, memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam menerima cobaan dan penderitaan.”

Dalam ayat lain Allah juga mengisyaratkan bahwa orang-orang yang akan mendapatkan pertolongan-Nya, adalah mereka yang siap menginfakkan hartanya setiap saat dalam keadaan apa pun, ketika ia memperoleh keuntungan ataupun mendapatkan kerugian; mereka yang mampu mengendalikan emosi dan kemarahannya, melakukukan pengendalian diri untuk bersikap arif; mereka yang selalu siap memaafkan kesalahan orang lain, dalam dirinya tidak pernah tumbuh perasaan dendam dan selalu berusaha menegakkan ‘amar ma’ruf nahyi munkar. Selain itu, Allah juga akan membukakan pintu anugrah itu kepada mereka yang apabila terlanjur berbuat dosa dan salah, segera sadar bahwa dirinya telah berbuat salah dan ia akui kesalahannya, serta tidak pernah bersilat lidah untuk membela kesalahannya. Ia akui kelemahan dirinya dan kemudian memohon ampun kepada-Nya.

Sekali lagi, buku Do’a-do’a untuk Meraih Kesuksesan Dunia Akhirat karya Ir. Hasan, MT. ini akan membantu para pembaca agar sanggup membuka lebih jauh pintu-pintu kebahagiaan. Buku ini membuka mata kita, bahwa tidak ada yang lebih kuat mengalirkan energi kebahagiaan, kecuali Allah SWT. Dengan do’a energi itu akan mengalir menjadi kekuatan bagi hamba-hamba-Nya.