IDUL FITRI SEBAGAI PASOKAN MODAL DARI ALLAH
وَرَسُوْلِه وَتُجَاهِدُوْنَ فِى سَبِيْلِ اللهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ.
“Hai orang-orang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan suatu tijarah yang akan menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? Ialah kamu beriman kepada Allah dan rasul-Nya, dan berjuang di jalan Allah dengan harta dan dengan jiwa kamu. Hal itu adalah yang terbaik bagi kamu jika kamu mengetahuinya”. QS. 61 Ash-Shaff: 10 – 11.
Tidak kurang dari sembilan kali Allah swt menggunakan kata tijarah di dalam al- Qur’an.
Secara etimologis (lughat) kata tijarah berarti dagang, berniaga, jual-beli atau berusaha untuk mencari keuntungan materi, yang biasa kita sebut dengan istilah business comercial material. Sedangkan secara terminologis (yang dimaksud dengan kata tijarah di dalam al-Qur-an) ialah amal perbuatan dan aktivitas sehari-hari apapun bentuknya.
Pada hakikatnya apapun yang kita lakukan sehari-hari adalah dalam rangka berbisnis dengan Allah swt. yang akan mendatangkan keuntungan dalam bentuk tsawab (pahala) atau akan mendatangkan kerugian dalam bentuk ‘iqob (siksa), bahkan mungkin menjadi bangkerut yang menyebabkan terjerumus kedalam an-naar (neraka).
Firman Allah swt :
إِنَّ اللهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُوْنَ فِى سَبِيْلِ اللهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَيُقْتَلُوْنَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيْلِ وَالقُرْآَنِ. وَمَنْ اَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللهِ فَاسْتَبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِى بَايَعْتُمْ بِهِ. وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ.
Artinya : “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan surga. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Ini merupakan janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan di dalam al-Qur-an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan yang demikian itu adalah keuntungan yang besar.” QS. 9 al-Taubah: 111.
Dan firman Allah swt :
وَالعَصْرِ– إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِى خُسْرٍ – إِلاَّ الَّذِيْنَ آَمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Artinya: “Demi masa . Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan saling menasehati supaya menetapi kesabaran.” QS. 103 al-Ashr: 1 – 3
Dalam ayat pertama (al-Taubah) Allah menggunkan kata membeli dan dalam ayat kedua (al-Ashr) menggunkan kata rugi, yang mana kedua kata tersebut terdapat dalam istilah bisnis atau jual beli.
Lebih jelas lagi Nabi Muhammad saw bersabda tentang hal ini:
كُلُّ النَّاسِ يَغْدُوْ فَبَائِعٌ نَفْسَه فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوْبِقُهَا – رواه مسلم
Artinya: “Semua manusia berpagi-pagi memperjual-belikan dirinya; ada yang membebaskan dirinya (dari kerugian, sehingga meraih keuntungan pahala) dan ada juga yang menjerumuskan dirinya (ke dalam kerugian dalam bentuk siksa).” HR. Muslim.
Sedikitnya dibutuhkan tiga persyaratan dalam berbisnis agar semakin maju dan mendatangkan keuntungan yang besar yaitu, modal pokok sebagai biaya produksi; pengelolaan secara tepat, baik dan benar atau memanajemennya; dan pangsa pasar untuk mengetahui produk apa yang dibutuhkan oleh pasar.
Demikian pula dalam rangka berbisnis dengan Allah pun dibutuhkan ketiga syarat diatas, ialah:
Pertama: Modal pokok:
Ada dua macam modal pokok:
- Modal gratis yang diberikan Allah kepada kita secara cuma-cuma tanpa ada usaha campur tangan dari pihak kita, yaitu:
- Fitrah (kesucian).
Allah telah memberi modal fitrah (kesucian) kepada semua manusia secara cuma-cuma tatkala ia dilahirkan ibunya. Demikian disabdakan oleh Nabi saw:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ.
“Setiap anak yang dilahirkan berada di atas fitrah.” HR. Bukhari.
Namun sesuai dengan ketetapan Allah bahwa manusia itu senantiasa berubah-rubah, tidak tetap berada dalam satu kondisi; kadang-kadang untung dan kadang-kadang rugi; kadang-kadang berdosa dan kadang-kadang berpahala; kadang-kadang beramal shalih dan kadang-kadang beramal salah, maka setahun sekali Allah memasok lagi modal fitrah (kesucian) tersebut kepada kita yaitu dengan adanya hari raya idul-fitri yang berarti kembali kepada kesucian semula, menjadi suci kembali atau kembali kepada kemanusiaan primordial.
- Pancaindera; pendengaran, penglihatan, hati, akal fikiran, perasaan dll.
وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, lalu Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (dengan meminijnya secara benar).” QS. 16 an-Nahl: 78.
- Modal yang harus diusahakan oleh kita secara optimal, yaitu iman dan amal shalih. Hal ini sebagaimana firman Allah swt dalam surah al-‘Ashr: 1-3 di atas.
Dan firman Allah: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang beriman dan beramal shalih; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” QS. 95 at-Tiin: 4-6.
Para ulama telah sepakat bahwa iman itu suka mengalami naik turun dan memang demikian kenyataannya, sedangkan yang menjadi barometer naik turunnya keimanan adalah amal shalih, bahkan hanya amal shalih lah yang dapat meningkatkan keimanan. Itulah sebabnya setiap perintah beriman di dalam al-Qur-an senantiasa diiringi dengan perintah beramal shalih, seperti dalam beberapa ayat di atas.
Kedua: Cara meminij kedua macam modal di atas.
Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa cara meminij kedua macam modal di atas itu ialah:
- Minimal mempertahankan kesucian tersebut, tidak dikotori dengan berbagai penyakit hati seperti; ria, iri hati, ‘ujub, takabbur dll.
Firman Allah swt:
وَلَا تُخْزِنِى يَوْمَ يُبْعَثُوْنَ. يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوْنَ. اِلَّا مَنْ اَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ.
“Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, yaitu pada hari dimana harta dan anak tidak berguna, kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang suci.” QS. 26 asy-Syu’aro: 87 – 89.
Dan firman Allah:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” QS. 91 asy-Syams: 9 – 10.
- Mempergunakan panca indera untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfa’at bagi kehidupan manusia yang akan diridloi Allah, tidak digunakan terhadap yang diharamkan Allah.
Firman Allah swt:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنْسِ لَهُمْ قُلُوْبٌ لاَّ يَفْقَهُوْنَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ
يُبْصِرُوْنَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لاَّ يَسْمَعُوْنَ بِهَا. اُولئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ. اُولئِكَ هُمُ الْغَافِلُوْنَ.
“Dan sesungguhnya Kami telah menyediakan jahanam yang akan dihuni oleh sebagian banyak dari jin dan manusia, yaitu mereka yang mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat daripada binatang ternak. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” QS. 7 al-A’raaf: 179.
Ketiga: Mengetahui pangsa pasar, yakni mengetahui jenis amal dan waktu beramal agar menghasilkan pahala yang berlipat ganda. Seperti mengurus anak yatim, mengentaskan kemiskinan, shaum sunat pada bulan Syawwal, amal yang dilakukan pada bulan Ramadlan, pada malam Jum’at dll.
Adapun mengenai orang-orang yang bangkerut, Rasulullah saw telah bertanya kepada para shahabatnya: “Tahukah kalian al-muflis (orang yang bangkrut)?
Jawab mereka: “Ialah orang yang tidak mempunyai uang dan tidak mempunyai harta sedikitpun.”
Kata Nabi: “Orang yang bagkerut dari umatku adalah seseorang yang datang menghadap Allah kelak pada hari qiamat dengan membawa banyak pahala dari shalat, shaum, zakat dll. Tetapi ia juga datang dengan membawa banyak dosa melakukan kedhaliman kepada sesamanya, sehingga ia dituntut untuk mengembalikan kedhaliman tersebut dengan memberikan pahala dari amal-amal di atas kepada orang-orang yang didhaliminya itu. Jika pahalanya sudah habis sementara orang yang menuntut masih antre, maka dosa orang-orang yang didhalimi itu akan diberikan kepadanya, sehingga ia hanya memliki dosa lalu ia akan dilemparkan ke dalam neraka.” HR. Muslim dari Abu Hurairah Ra.
Wallaahu a’lam
oleh : Drs. KH. Maftuh Kholil