Oleh : PROF. DR. H. MIFTAH FARIDL

“Setiap amal tergantung kepada niat, seseorang akan mendapatkan hasil dari sesuatu amal tergantung kepada kualitas niatnya… (H.R. Bukhari Muslim).

Kualitas amal seseorang tidak hanya ditentukan oleh amalnya itu sendiri (prosesnya), tapi juga ditentukan oleh kualitas niatnya. Niat turut menentukan kualitas atau pahala amal seseorang. Dua orang yang melakukan shalat dengan cara yang sama, waktu yang sama, nilainya di sisi Allah bisa berbeda, karena perbedaan niatnya. Niat yang paling baik adalah ikhlas yaitu melaksanakan sesuatu perbuatan karena semata-mata mengharap ridlo Allah. Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabil’alamin. Sesungguhnya Shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Rabbul’alamin.

Sedang niat yang paling jelek adalah niat melaksanakan sesuatu bukan karena Allah tapi karena ingin mendapat pujian atau penghargaan dari manusia. Yaitu yang disebut Riya atau Sum’ah, ingin dilihat orang lain atau ingin di dengar orang lain. Riya digambarkan oleh Nabi sebagai Musyrik kecil (Assyirikul Ashgor) atau Assyirkul Khofi (musyrik samar-samar). Beliau mengatakan “Ada sesuatu yang paling saya takuti diantara yang saya takuti yaitu musyrik kecil atau musyrik samar-samar. Para shahabat bertanya apa yang dimaksud dengan musyrik kecil itu? Beliau menjawab: Riya.
Kalau seseorang beramal untuk mendapatkan pujian dan penghargaan dari manusia, maka ia akan kecewa ketika orang lain tidak memujinya. Kalau seseorang beramal untuk dapat pujian manusia, maka di akherat ia tidak ada hak lagi untuk mendapat sesuatu dari Allah. Kalau seseorang beramal kebajikan karena target materi, maka ia akan berhenti melaksanakan amal kebajikannya itu setelah target berhasil.

Dalam sebuah pertempuran di zaman Nabi ada seorang yang bertempur dengan gagah berani, kemudian ia gugur dalam medan pertempuran tersebut. Beberapa shahabat memberikan komentar bahwa yang bersangkutan gugur sebagai syuhada dan dijamin masuk sorga. Tapi Nabi menyatakan bahwa yang bersangkutan bukan syuhada dan ia bukan ahli sorga. Para shahabat bertanya-tanya dan berusaha mencari informasi, apa sebabnya? Rupanya Nabi tahu orang tersebut berperang bukan karena mengharap ridlo Allah menegakkan agama, tetapi ia ingin mempertontonkan kebolehannya dan keberaniannnya kepada calon mertuanya. Ketika dalam pertempuran tersebut yang bersangkutan tidak kuat menahan luka yang ada di badannya, akhirnya ia menusukkan pedangnya keperutnya, agar ia cepat mati. Ia meninggal karena ia bunuh diri. Ia tidak kuat menahan derita karena ia berjuang tidak ikhlas.

Ikhlas dalam suatu amal kebajikan, sering-sering lebih sulit daripada amalanya itu sendiri. Oleh karena itu, kalau timbul pikiran atau keinginan pujian atas ‘amal kita, maka segeralah membaca istigfar, memohon ampun kepada Allah SWT, agar semangat ikhlas tetap terpelihara.

Ikhlas adalah ‘amalan bathin. Yang tahu tentang keikhlasan sesuatu amal kebajikan hanyalah yang bersangkutan, selain Allah yang Maha Mengetahui yang beruntung karena ikhlas adalah yang bersangkutan dan yang rugi karena tidak ikhlas juga yang bersangkutan. Ikhlas salah satu penentu yang menjadikan sesuatu amalan itu menjadi bernilai ibadah dan berpahala di akhirat nanti.

Sesuatu amal dapat dinilai sebagai suatu ibadah (Q.S. Adzariyat 56), apabila:
– Landasannya iman,
– Titik perangkatnya sukarela bukan karena dipaksa,
– Proses pelaksanaannya benar, (tidak dilarang oleh Islam)
– Dan titik tujuannya Ridlo Allah.

Oleh Karena itu bisa terjadi sesuatu amal yang secara lahiriyah nampak ibadah seperti dzikir, shalat, dll, tapi sebetulnya bukan ibadah dan tidak bernilai pahala, karena dilakukan untuk mendapat pujian dari manusia. Dan sebaliknya banyak perbuatan yang nampaknya bukan ibadah dan dunia semata seperti buang sampah ketempatnya, menanam pohon lindung, membangun jembatan, dll, tapi semuanya itu bisa menjadi ibadah dan bernilai pahala uhrowi, kalau dilakukan dengan ikhlas.

Sidkah yang paling baik adalah yang diberikan oleh tangan kanan dan tangan kiri tidak tahu. Shalat yang paling baik adalah shalat malam, karena peluang Riya relatif lebih kecil. Ali bin Abi Thalib berkata; kalau kamu lakukan suatu amal kebajikan dengan ikhlas, jangan kamu katakan kepada orang lain bahwa kamu ikhlas, sebab ketika kamu bilang saya ikhlas, dalam hatimu ada niat dan keinginan, agar keikhlasanmu diketahui oleh orang lain. Pahala sedekah menjadi hilang karena Riya, karena diiringi oleh caci maki dan dicerita-ceritakan kepada pihak lain agar orang lain tahu.
Berbahagialah orang-orang yang selalu ikhlas dan merugilah mereka yang tidak ikhlas.

Bandung, Februari 2011

Prof. DR. H. Miftah Faridl
• Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Kota Bandung.
• Ketua Umum Yayasan Pendidikan Universitas Islam Bandung.
• Komisaris Utama Biro Perjalanan Umrah dan Haji Safari Suci.