OLEH : PROF. DR. H. MIFTAH FARIDL

Ada sebuah cerita tentang rahmat Tuhan kepada hamba-Nya. Zakariyya tatkala ia berdo’a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata:

“Ya Allah, sesungguhnya tulang-tulangku telah melemah dan kepadaku dipenuhi uban dan aku belum pernah kecewa dalam berdo’a kepada-Mu. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap penerus sepeninggalanku sedang istriku seorang yang mandul. Karena itu anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang putra yang akan mewarisiku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub dan jadikanlah ia ya Allah seorang yang diridhai” (Q.S. Maryam: 1-6).
Dan Ibrahim, berkata:

“Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku; dan Dia akan memberi pimpinan kepadaku. Ya Tuhanku anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. (Q.S. Ash-Shaffit: 99-100).

Dua ayat Al Qur’an di atas menggambarkan dua orang tua. Yaitu Zakariyya dan Ibrahim yang mengeluh merindukan lahirnya anak saleh. Tentu saja bukan hanya Ibrahim dan Zakariyya yang merindukan anak saleh, tapi setiap orang tua pasti merindukan anak saleh walaupun tidak setiap orang tua mampu melahirkan anak saleh.

Islam sendiri mengajarkan bahwa setiap keluarga hendaklah mempunyai tekad yang diwujudkan dalam bentuk ihtiar dan usaha agar bisa melahirkan anak saleh. Bahkan setiap orang tua mesti berusaha dan berdo’a dengan sungguh-sungguh untuk melahirkan sebuah generasi yang jauh lebih saleh dari dirinya. Setiap orang tua mesti merasa khawatir seandainya melahirkan generasi yang lemah setelah mereka (Q.S. 4:9).

Agama Islam menyatakan bahwa anak saleh merupakan investasi yang berharga dan dapat memberikan kebahagiaan khusus kepada orang tua di dunia dan di akhirat. Anak saleh bisa menjadi qurrat’ayunin di dunia dan menjadi amal kebajikan yang pahalanya terus mengalir di akhirat. Perhatikan Al Qur’an Surah Al Furqan ayat 74 dan Hadits Riwayat Bukhari tentang tiga amal yang pahalanya mengalir terus walaupun yang bersangkutan sudah meninggal.

Beberapa prinsip ajaran Islam yang bertalian dengan Pendidikan Anak
1. Anak merupakan anugerah Allah wajib disyukuri, juga sebagai amanat/titipan dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan oleh setiap orang tua di hari kiamat.
2. Setiap anak lahir dalam keadaan suci dan bersih dari dosa kesalahan. Karena Islam tidak mengenal adanya dosa warisan.
3. Fitrah manusia pada dasarnya ialah hanif, cenderung berbuat baik bahkan setiap ruh manusia ialah Islam. Karena sejak masa ruh, manusia sudah berikrar menyatakan tentang keIslamannya kepada Allah. Tidak ada manusia yang mempunyai bakat jahat, yang ada hanyalah najiyyah yaitu keistimewaan tertentu yang dianugerahkan Allah kepadanya sebagai bekal penting dalam kehidupannya.
4. Kecenderungan anak menjadi tidak saleh merupakan pengaruh dari lingkungan terutama keluarganya dan pihak yang paling dominan membentuk watak serta karakter seorang anak adalah bapak dan ibu.
5. Proses pembinaan dan pendidikan anak harus berjalan berkesinmbungan tanpa henti sejak dari buaian hingga mati, di rumah, di sekolah dan di tengah masyarakat.
6. Keluarga atau rumah tangga hendaknya menjadi forum pertama dan utama bagi pembinaan akhlak. Karena itu, ayah dan ibu harus menjadi pendidik utama dan pertama bagi anaknya.
7. Lingkungan pergaulan di sekolah dan di tengah masyarakat, bahan bacaan, hiburan, langkah dan sikap buruk para pemimpin masyarakat serta segala aspek pergaulan hidup akan turut mewarnai watak seorang anak.
8. Pendidikan dan pergaulan agama merupakan bagian penting dalam proses pendidikan anak baik di rumah maupun di luar rumah seperti di sekolah dan di tengah masyarakat.
9. Setiap orang tua, terutama ayah wajib mencari nafkah untuk keperluan pendidikan dan kedewasaan anak. Dan setiap nafkah yang diberikan ayah atau suami untuk keperluan keluarga dinilai sebagai ibadah shidqah yang paling besar pahalanya dan tinggi nilainya.
10. Proses pendidikan dan pembinaaan anak hendaknya ditempuh melalui pendekatan vertical dan horizontal dengan usaha tekun dan sungguh-sungguh serta pendekatan kepada Allah melalui do’a demi do’a.
11. Manusia hanya diwajibkan untuk berusaha dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan untuk melahirkann generasi yang baik dan saleh tapi keputusan akhir tentang apa yang akan terjadi sepenuhnya berada di tangan Allah.

Langkah–langkah praktis yang diajarkan Islam untuk mempersiapkan anak saleh
1. Sejak pemilihan jodoh, seorang istri atau suami apabila akan memilih calon istri/suami hendaklah mempertimbangkan apakah calonnya itu bisa menjadi ibu/bapak yang baik atau tidak. Apakah ia mampu menjadi pendidik yang baik bagi putra-putrinya nanti.
2. Ketika suami istri melakukan pergaulan hendaklah disertai do’a untuk anak yang kemungkinan lahir dari hasil hubungan mereka.
3. Ketika seorang ibu hamil, hendaklah keduanya (ibu dan bapak) berusaha untuk senantiasa memiliki hati yang tenang, tentram tidak resah dan gelisah tidak banyak sedih dan tersinggung. Hendaklah ia senantisa melakukan pendekatan kepada Allah melalui tahajud, zikir, do’a, baca Al Qur’an dan lain-lain.
4. Pada saat anak lahir, sambutlah dengan do’a: U’idzuka bi kalimatillahi min kulli syaithanin wa min kulli ainin lammatin, yang artinya: “aku menaungimu dengan perlindungan kalimat Allah dari segala gangguan setan dan mata yang mendengki”. Hadits lain mengajarkan tentang adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Para ulama berberda pendapat mengenai hal itu.
5. Ketika bayi berusia tujuh hari lakukanlah tiga hal berikut :
1. Mencukur bersih rambutnya.
2. Mengumumkan namanya.
3. Memotong seekor kmbing untuk bayi wanita dan dua ekor untuk bayi laki-laki (aqiqah). Mengenai nama, Nabi SAW, menganjurkan agar memberi nama anak dengan nama yang baik. Daging aqiqah boleh dibagikan atau dimasak sendiri atau mengundang tetangga untuk syukuran dan selamatan.
6. Hingga usia anak mencapai dua tahun, hendaklah diberi susu ibu secukupnya.
7. Pada usia tujuh tahun, hendaklah seorang anak sudah dibiasakan untuk mendirikan shalat dan membaca Al Qur’an.
8. Pada uisa tamyiz – sekitar sembilan tahun – si anak harus dipisahkan dari kamar tidur orang tuanya, pada tiga waktu yaitu setelah Isya, menjelang Subuh dan waktu tukar pakaian. Seorang anak tidak boleh masuk ke kamar ayah/orang tuanya kecuali diizinkan.
9. Anak laki-laki dikhitan tidak melebihi usia perintah shalat, sebab khitan kaitannya dengan kewajiban shalat.
10. Setiap anak hendaklah diberi makanan yang halal dan baik. Seorang ayah ibu dinilai sebagai seorang yang zalim bila sampai hati memberi makanan haram kepada anak-anaknya.
11. Seorang ayah ibu tidak diperkenankan mengeluarkan kata-kata kutukan atau kalimat dengan nada atau arti yang mengutuk. Setiap kutukan kepada anak dinilai sebagai do’a darinya kepada anaknya.
12. Seorang ayah/ibu hendaklah memberikan waktu untuk berdialog, beramah tamah menerima keluhan dan masukan darinya.
13. Akrab dan berwibawa, rileks tapi bermakna merupakan langkah penting pendekatan kepada anak-anak.
14. Keteladanan dalam kehidupan sehari-hari dari kedua orang tua merupakan langkah penting pembentukan akhlak anak. Karena itu, tidak boleh mempertontonkan dosa kesalahan kepada anak-anak.
15. Sangat penting untuk menghiasi rumah dengan shalat, membaca Al Qur’an dan membudayakan Islam di tengah keluarga.
16. Saat mendidik anak hendaklah selalu mempertimbangkan kondisi di mana dan kapan anak-anak hidup sebab mereka generasi yang hidup dalam suasana yang tidak sama dengan yang dialami oleh orang tuanya.
17. Menciptakan suasana rumah yang agamis dalam bentuk hiasan tata ruang pergaulan, ucapan dan lain-lain sangat menunjang pembentukan anak saleh.
18. Mendorong anak untuk pergi ke masjid, senang membaca buku agama, aktif dalam kegiatan keagamaan, senang membaca sejarah para Nabi dan tokoh-tokoh teladan, merupakan bagian penting dalam proses peningkatan kesadaran menuju lahirnya anak saleh.
19. Setiap orang tua harus menjauhkan anak dari suasana pergaulan yang dapat membawa pada dosa besar seperti syirik, kufur, ridah, zina, ugudul walidain, judi dan lain-lain.
20. Biasakanlah untuk mendidik anak agar gemar ibadah dan melaksanakan amal kebajikan seperti shalat jamaah, puasa, dzikir, do’a, ukhuwah, tasamuh, ‘iffah, sabar, syukur, tawakal dan lain-lain.

Penulis, Pembimbing Utama Biro Perjalanan Haji dan Umrah ”Safari Suci”, Ketua MUI Kota Bandung, Ketua Yayasan Unisba dan Dosen Institut Teknologi Bandung.